Pada masa itu Fir'aun pernah bermimpi
ada lelaki yang membuatnya jatuh dari kekuasaan di Mesir, maka keesokan harinya
pun ia mememerintahkan untuk membunuh semua bayi laki-laki tanpa terkecuali,
namun mukjizat telah berhasil meloloskan bayi Musa dari kekejaman Fir'aun. Bayi
Musa terpaksa dihanyutkan melalui sungai untuk menghindari pembunuhan massal.
Hingga akhirnya Musa beranjak dewasa dan diutus menjadi seorang Nabi. Ia pun
menyeru kepada penduduk Mesir untuk menyembah hanya satu tuhan, ialah Allah
SWT. Hingga akhirnya ia pun hendak dibunuh oleh Fir'aun.
Setelah Musa A.S. dan pengikutnya
mengetahui, bahwa bala tentara fir’aun sedang mengejar untuk membinasakan
mereka, maka kucar-kacirlah mereka para kaum bani Israil, mereka meminta Musa
a.s. untuk mencarikan jalan keluar untuk bisa selamat dari pengejaran fir’aun
tersebut. Disaat itulah Muasa a.s. menerima wahyu dari Allah SWT, untuk
memukulkan tongkatnya ke air laut merah. Seketika, laut pun terbelah dua,
seakan memberikan jalan untuk mereka. Tanpa pikir panjang, Musa a.s. dan
pengikutnya langsung menyeberangi laut tersebut, hingga sampai dengan selamat
ke tepi pantai bagian timur daratan Hijaz. Seketika, bani Israil melihat dengan
cemas, bahwa bala tentara fir’aun juga sedang melakukan penyeberangan melewati
jalan mereka tadi. Namun, berselang beberapa saat kemudian, air laut pun
kembali menyatu, serta membinasakan semua bala tentara fir’aun, termasuk
fir’aun itu sendiri. Hingga akhirnya jenazah Fir'aun baru diketemukan setelah
beberapa abad kemudian, namun mengejutkan bahwa jenazah fir'aun masih tetap
utuh setelah tenggelam di lautan, sementara ratusan bahkan ribuan pasukan yang
turut serta tenggelam, tidak diketemukan jenazahnya. Pada 1898,
purbakalawan Loret, menemukan jenazah tokoh tersebut Fir'aun dalam bentuk mumi
di Wadi Al-Muluk (Lembah Para Raja) berada di daerah Thaba, Luxor, di seberang
Sungai Nil, Mesir. Kemudian 8 Juli 1907, Elliot Smith membuka pembalut-pembalut
mumi itu dan ternyata badan Fir’aun tersebut masih dalam keadaan utuh.
“ Dan Kami memungkinkan Bani Israil
melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir`aun dan bala tentaranya, karena
hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir`aun itu telah hampir
tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan
yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah
diri (kepada Allah)”. 091. Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal
sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang
yang berbuat kerusakan. 092. Maka pada hari ini
Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang
yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia
lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”
(QS. Yunus [10] : 90-92)
Pada tahun 1975, sebuah tawaran dari
pemerintah Prancis datang kepada pemerintah Mesir. Perancis menawarkan bantuan
untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun. Mumi itu pun dibawa
ke ruang khusus di Pusat Purbakala Prancis. Pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung
jawab utama dalam penelitian mumi ini adalah Prof Dr Maurice Bucaille. Bucaille
adalah ahli bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di
Universitas Paris. Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada 1945
sebagai ahli gastroenterology (berhubungan dengan pencernaan).
Setelah melakukan penelitian terhadap
mumi tersebut, ternyata hasil akhir yang ia peroleh sangat mengejutkan! Sisa-sisa
garam yang melekat pada tubuh sang mumi adalah bukti terbesar bahwa dia telah
mati karena tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian
dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar awet. Namun penemuan tersebut masih
menyisakan sebuah pertanyaan dalam kepala sang professor: “Bagaimana jasad
tersebut bisa lebih baik dari jasad-jasad yang lain, padahal dia dikeluarkan
dari laut?”
Prof. Bucaille lantas menyiapkan
laporan akhir tentang sesuatu yang diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu
tentang penyelamatan mayat Firaun dari laut dan pengawetannya. Laporan akhirnya
ini dia terbitkan dengan judul Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern,
dengan judul aslinya, Les momies des Pharaons et la midecine. Berkat
buku ini, dia menerima penghargaan Le prix Diane-Potier-Boes (penghargaan dalam
sejarah) dari Academie Frantaise dan Prix General (Penghargaan umum) dari
Academie Nationale de Medicine, Prancis.
Terkait dengan laporan akhir yang
disusunnya, salah seorang di antara rekannya membisikkan sesuatu di telinganya
seraya berkata: ”Jangan tergesa-gesa karena sesungguhnya kaum Muslimin telah
berbicara tentang tenggelamnya mumi ini”. Bucaille awalnya mengingkari
kabar ini dengan keras sekaligus menganggapnya mustahil. Menurutnya,
pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui kecuali dengan
perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.
Hingga salah seorang di antara mereka
berkata bahwa Al Qur'an yang diyakini umat Islam telah meriwayatkan kisah
tenggelamnya Firaun dan kemudian diselamatkan mayatnya. Ungkapan itu makin
membingungkan Bucaille. Lalu, dia mulai berpikir dan bertanya-tanya. Bagaimana
mungkin hal itu bisa terjadi? Bahkan, mumi tersebut baru ditemukan tahun 1898
M, sementara Alquran telah ada ribuan tahun sebelumnya.
Ia duduk semalaman memandang mayat Firaun dan terus memikirkan hal tersebut. Ucapan rekannya masih terngiang-ngiang dibenaknya, bahwa Alquran (kitab suci umat Islam) telah membicarakan kisah Firaun yang jasadnya diselamatkan dari kehancuran sejak ribuan tahun lalu. Sementara itu, dalam kitab suci agama lain, hanya membicarakan tenggelamnya Firaun di tengah lautan saat mengejar Musa, dan tidak membicarakan tentang mayat Firaun. Bucaille pun makin bingung dan terus memikirkan hal itu. Ia berkata pada dirinya sendiri. ”Apakah masuk akal mumi di depanku ini adalah Firaun yang akan menangkap Musa? Apakah masuk akal, Muhammad mengetahui hal itu, padahal kejadiannya ada sebelum Alquran diturunkan?”
Prof Bucaille tidak bisa tidur, dia meminta untuk didatangkan Kitab Taurat (Perjanjian Lama). Diapun membaca Taurat yang menceritakan:
”Airpun
kembali (seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda, dan seluruh tentara
Firaun yang masuk ke dalam laut di belakang mereka, tidak tertinggal satu pun
di antara mereka” (mereka mati semua termasuk Firaun) [Kitab Keluaran 14:28].
Kemudian dia membandingkan dengan
Injil-Perjanjian Baru. Ternyata, kitab tsb juga tidak membicarakan tentang
diselamatkannya jasad Firaun dan masih tetap utuh. Karena itu, ia semakin
bingung.
Setelah perbaikan terhadap mayat
Firaun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Akan
tetapi, tidak ada keputusan yang menggembirakannya, tidak ada pikiran yang
membuatnya tenang semenjak ia mendapatkan temuan dan kabar dari rekannya
tersebut, yakni kabar bahwa kaum Muslimin telah saling menceritakan tentang penyelamatan
mayat tersebut. Dia pun memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan otopsi dari
kaum Muslimin.
Dari sini kemudian terjadilah perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa, perbuatan yang dilakukan Firaun, dan pengejarannya pada Musa hingga dia tenggelam dan bagaimana jasad Firaun diselamatkan dari laut. Maka, berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut seraya membuka mushaf Alquran dan membacakan untuk Bucaille firman Allah SWT yang artinya:
Dari sini kemudian terjadilah perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa, perbuatan yang dilakukan Firaun, dan pengejarannya pada Musa hingga dia tenggelam dan bagaimana jasad Firaun diselamatkan dari laut. Maka, berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut seraya membuka mushaf Alquran dan membacakan untuk Bucaille firman Allah SWT yang artinya:
”Maka
pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia
lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 92).
Ayat ini sangat menyentuh hati
Bucaille. Ia mengatakan bahwa ayat Alquran tersebut masuk akal dan mendorong
sains untuk maju. Hatinya bergetar, dan getaran itu membuatnya berdiri di
hadapan orang-orang yang hadir seraya menyeru dengan lantang:
”Sungguh
aku masuk Islam dan aku beriman dengan Alquran ini”.
MasyaAllah… Sebagai seorang muslim
kita patut bangga mempunyai Al-Qur’an. Karena didalamnya sudah tertera segala
hal tentang fenomena kehidupan. Tinggal bagaimana usaha kita mengimani dan
membuktikannya secara ilmiah. :)
0 komentar:
Posting Komentar