Kalian pasti pernah dengar tentang Atheis. Apa
Atheis itu? Yup!! Atheis berasal dari Bahasa Yunani "Alpha" yg
berarti "tidak ada" dan "Theos" yg berarti "Tuhan".
Kedua kata tersebut dipadukan menjadi "Atheos" yg berarti "tidak
ada / tanpa Tuhan". Pernahkah kalian mendengar kisah seorang Atheis
yang akhirnya memeluk Islam? Dan inilah salah satu kisahnya.
Ruben Abu Bakr, pria asal Australia yang
sangat humoris. Semula, ia adalah seorang atheis. Akan tetapi, belakangan ia
berhasrat mencari keberadaan Tuhan. Dia kemudian mempelajari seluruh agama,
mulai dari Kristen, Katolik, Budha, Hindu hingga yahudi.
Kisah Ruben bermula ketika ia duduk di bangku
kuliah. Kala itu, ia harus menghadapi beragam peristiwa berat. Sahabatnya tewas
karena narkoba. Tidak lama kemudian, orang tuanya bercerai. Ia pun dilanda
kemiskinan. “Bahkan, anjing peliharaanku pun mati,” tutur Ruben.
Frustrasi atas musibah kematian kerabat yang terus dihadapinya, ia pun bertanya-tanya tentang tujuan hidup. Tentu, hidup tak sekadar untuk mati. Berangkat dari pemikiran itu, ia pun mencari keberadaan Tuhan dengan meneliti setiap agama yang ada.
Nasrani menjadi agama pertama yang mendapat
perhatian Ruben untuk diselidiki. Hal ini mengingat hampir semua temannya menganut
agama berkitab suci Injil tersebut. Ruben pun menuju gereja dan mendapati
orang-orang yang bernyanyi memuji Tuhan dan mengatakan Tuhan Maha Pengasih.
Pengalaman pertamanya ke gereja tak serta-merta membuat Ruben puas. Ia terus
mempelajari Kristen, termasuk tentang Katolik, Anglikan, Baptisme, imam, pendeta,
dan lain sebagainya. Ia pun memiliki banyak pertanyaan mengenai Kristen dan
merasa tak cocok dengan agama ini.
Pencarian pun berlanjut. Ia beralih
menyelidiki agama Buddha. Kebetulan, Ruben yang bekerja paruh waktu di pom
bensin berteman dengan seorang beragama Buddha. Ia tercengang ketika tahu Tuhan
Buddha berkepala gajah.
“Mengapa pria memiliki kepala gajah? Dapatkah
kita memilih kepala singa? Atau sesuatu yang lebih perkasa?” tanya Ruben kepada
temannya.
Ruben menganggapnya tidak logis. Ia juga
sempat mempelajari agama Mormon. Awalnya, dia menilai, ajaran agama ini sangat
baik karena tidak memperbolehkan penganutnya meminum alkohol, kafein, dan cola.
Namun, Ruben tidak menemukan kebaikan iman di agama ini. Ia kemudian
menyelidiki agama Yahudi. Namun lagi-lagi, Ruben tidak menemukan apa yang ia
cari.
Merasa upayanya sia-sia, Ruben pun menemui seorang temannya untuk berkonsultasi. Si teman yang beragama Kristen pun bertanya, “Bagaimana dengan Islam?”
Merasa upayanya sia-sia, Ruben pun menemui seorang temannya untuk berkonsultasi. Si teman yang beragama Kristen pun bertanya, “Bagaimana dengan Islam?”
Ruben pun sontak menolak. ”Apa? Islam? Untuk
apa aku menyelidiki agama terorisme? Gila!” seru Ruben.
Bagai menelan air ludah. Terbukti, lidah Ruben
tak sesuai dengan tubuhnya. Ia kemudian melangkah memasuki masjid ketika suatu
kali melewatinya. “Aku tidak tahu apa yang menggerakkanku, yang jelas aku
mengenakan sepatu dan langsung masuk begitu saja. Aku pikir, aku akan mati di
masjid karena aku satu-satunya orang kulit putih.” Kata Ruben
Ruben pun bertemu dengan seorang pria
berperawakan besar asal Timur Tengah, berjanggut dan mengenakan gamis. Ruben
menggambarkannya mirip para tersangka teroris. Yang mengagetkan, sosok tersebut
menyapa sangat ramah, bahkan menyuguhkan sajian layaknya menerima tamu.
”Namanya Abu Hamzah. Aku tak pernah
membayangkan akan mendapat perlakuan seperti ini,” kenang Ruben. Ruben pun
serta-merta menanyakan banyak hal tentang Islam. Misalnya, mengapa Abu Hamzah
berjanggut dan mengapa Muslimah berhijab. Ia menanyakan pula mengenai praktik
poligami dan lain sebagainya. Saat itu, Ruben dengan sombong menyangka
pertanyaan itu sangat berat dan akan menyulitkan Abu Hamzah. Namun, lagi-lagi
Ruben tercengang. Abu Hamzah mengambil Al-Quran dan menjelaskannya sesuai
firman Allah SWT.
“Mereka selalu membuka Al-Quran untuk menjawab dan sama sekali tidak beropini sendiri. Mereka mengatakan tak boleh beropini tentang firman Tuhan,” tutur Ruben terpesona.
Ia pun membawa pulang sebuah kitab Al-Qur’an
dari masjid tersebut. Ruben membaca terjemahannya dan sangat terkagum-kagum. Ia
terpesona bagaimana Al-Qur’an menjelaskan proses penciptaan manusia. Butuh enam
bulan bagi Ruben untuk menelaah Al-Qur’an, hingga ia menyimpulkan, ”Inilah yang
aku cari dan perlukan.”
Dari tahap awal tersebut, Ruben pun berpikir
untuk menantang Allah SWT. sebelum benar-benar bersyahadat dan memeluk Islam.
Ia menyalakan lilin, duduk di dekat jendela, seraya berkata,
“Allah, ini adalah saat bagi saya untuk terjun
ke Islam. Yang saya butuhkan hanya sebuah tanda. Hanya tanda kecil, mungkin
sedikit petir, atau mungkin rumah yang runtuh.”
Lama ia menunggu, tidak ada tanda apa pun.
Lilin yang ia harapkan padam sebagaimana yang sering ia lihat di film, tidak
terjadi. “Ayolah Allah, satu saja,” Ruben memaksa.
Namun, tetap tidak ada apa pun yang terjadi.
Ruben merasa kecewa kepada Allah. Dengan perasaan kecewa, Ruben kembali membuka
Al-Qur’an, kemudian membaca ayat,
“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari, dan bulan untukmu. Dan, bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah SWT.) bagi kaum yang memahami-(nya).”
“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari, dan bulan untukmu. Dan, bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah SWT.) bagi kaum yang memahami-(nya).”
Membaca ayat tersebut, bulu roma Ruben
berdiri. Ia segera lari ke tempat tidur dan sembunyi di balik selimut.
Berkeringat dingin, ia tidak mampu melakukan apa pun saking takutnya.
“Betapa arogan aku menuntutNya, padahal
matahari dan semua yang diciptakan-Nya merupakan tanda…”
Kapok menantang Allah SWT. Ruben pun kembali
ke masjid dan bermaksud mengucapkan syahadat. Jamaah di masjid pun menyaksikan
perubahan hidup Ruben menuju kebaikan.
Namun, Ruben mengaku kesulitan saat harus
mengucapkan syahadat dengan bahasa Arab.
“Bisakah aku mengucapkannya dengan bahasa
Inggris?” tawarnya kepada Abu Hamzah.
Tentu saja, permintaan Ruben tidak diizinkan.
Meski harus berkali-kali keseleo lidah, akhirnya Ruben mampu bersyahadat. Usai
mengucapkan syahadat, seluruh jamaah pria di masjid pun menciumnya. Saat itu,
masjid dipenuhi jamaah karena bertepatan dengan hari pertama Ramadhan. Menurut
Ruben, baru kali itu ia dicium begitu banyak pria. Namun, ia sangat senang. Ini
peristiwa sangat berharga dan tak mungkin ia lupakan.
Sementara itu, keluarganya merasa cemas dengan
keislaman Ruben. Mereka menyangka putra mereka telah masuk ke dalam kelompok
teror.
“Mereka takut jika nanti aku memegang senapan
AK 47 dan granat,”kata Ruben sembari tersenyum. Namun, hari demi hari, orang
tua Ruben justru mendapati anaknya menjadi pribadi yang patuh dan baik. Mereka
pun menyukai perubahan Ruben.
Bahkan, sang ayah ikut tertarik membaca
Al-Quran. Dan berkata “Kini, kamu menjadi orang yang lebih bisa diandalkan,
dipercaya, dan dapat dimintai tolong,”
Semoga kisah ini dapat bermanfaat bagi kita :)
ada tulisan atheis di matanya [-(
BalasHapusiya . . . klo di zoom ada tulisan atheisnya (o)
Hapus